25 November 2025 - BY Admin

Rangkaian Peringatan 16HAKtPA 2025: Ciptakan Ruang Aman bagi Perempuan dan Anak untuk Jogja Istimewa

Jogja selalu dikenal dengan daerah tujuan pariwisata yang ramah dan berbudaya. Namun, di balik itu semua, apakah Jogja sudah benar-benar aman bagi perempuan dan anak? Data yang telah terhimpun dalam SIGA DIY selama Januari hingga Juni 2025 masih mencatat 606 korban kekerasan yang telah ditangani oleh jejaring lembaga layanan di DIY. Bersamaan dengan momentum rangkaian Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak yang dimulai dari 25 November hingga 10 Desember ini sudah saatnya kita ciptakan ruang aman yang mendengar, menghargai, dan melindungi setiap orang khususnya perempuan dan anak dari segala bentuk kekerasan.

Ruang Aman: Lebih dari Sekadar Tempat

Ruang aman bukan hanya sekadar ruang berdinding dan beratap. Ruang aman adalah suasana yang menghidupkan rasa nyaman, saling menghormati, dan terbebas dari ancaman. Bagi perempuan dan anak, ruang aman berarti bisa mengekspresikan dan mengeksplorasi diri tanpa takut dilecehkan, berbicara tanpa takut dicaci, dan menghirup nafas perdamaian tanpa kekerasan – baik di ruang fisik maupun digital. Ruang aman juga menjadi hak dasar yang harus dipenuhi oleh negara, institusi, komunitas, dan keluarga.

Di Jogja, ruang aman sudah sepatutnya hadir di setiap sudut kehidupan: di rumah, sekolah, kampus, ruang publik, hingga ruang digital. Namun, ternyata tidak sedikit yang masih harus membatasi diri dan waswas akan ancaman kekerasan. Budaya ‘pekewuh’ dan ‘nrimo’ terkadang membuat korban memilih diam. Padahal, diam justru memberi ruang kekerasan untuk terus menekan.

Tantangan Mewujudkan Ruang Aman di Jogja

Sebagai daerah yang masih sarat akan nilai-nilai budaya, Jogja menghadapi tantangan yang unik dalam menciptakan ruang aman tanpa kekerasan. Ada nilai-nilai sosial yang sebenarnya baik untuk menjaga harmoni, tetapi dapat menghalangi korban membuka diri. Korban, khususnya perempuan dan anak seringkali diminta ‘sabar’ dan ‘jangan mempermalukan keluarga’, di saat mereka mengalami kekerasan. Di sini dapat terlihat bahwa menjadi korban kekerasan masih dianggap aib yang harus ditutupi. Di samping itu, masih banyak juga lapisan masyarakat yang belum memahami bentuk-bentuk kekerasan serta apa yang harus dilakukan jika mengalami tindak kekerasan.

Di tengah tantangan yang dihadapi, sudah banyak gerakan dan praktik baik yang tumbuh di masyarakat. Komunitas kampus, organisasi perempuan, hingga kelompok masyarakat mulai turut aktif menyuarakan pentingnya ruang aman dan kesetaraan. Inilah yang menjadi bukti bahwa masyarakat Jogja masih punya modal sosial yang kuat yaitu empati, gotong royong, dan semangat guyub yang dapat menjadi fondasi untuk perubahan.

Langkah-Langkah Menuju Jogja Tanpa Kekerasan


Pemerintah Daerah DIY melalui DP3AP2 DIY telah mengupayakan berbagai langkah bersama masyarakat dan komunitas untuk mencegah terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak. Upaya ini ditempuh dengan melakukan perumusan kebijakan perlindungan perempuan dan anak, juga melakukan sosialisasi secara langsung kepada masyarakat maupun dalam bentuk webinar. Selain itu, DP3AP2 DIY juga mendampingi dan mendorong peningkatan kapasitas pada Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Perguruan Tinggi (PPKPT) dan Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) di lingkungan satuan pendidikan di DIY untuk mengupayakan ruang aman di lingkungan pendidikan.

Di samping melakukan upaya pencegahan, DP3AP2 DIY juga memiliki layanan penanganan kekerasan melalui Balai Perlindungan Perempuan dan Anak DIY yang bermitra dengan P2TPAKK Rekso Dyah Utami. DIY juga memiliki Forum Perlindungan Korban Kekerasan (FPKK) yang beranggotakan OPD, aparat penegak hukum, rumah sakit, dan LSM yang ada di wilayah DIY untuk bersinergi memberikan penanganan terbaik bagi korban kekerasan. Korban kekerasan terhadap perempuan dan anak yang membutuhkan layanan kesehatan juga dapat dijamin melalui mekanisme rekomendasi FPKK oleh Bapeljamkesos. Layanan konseling juga telah tersedia secara langsung melalui Puspaga Prima DIY dan Tesaga DIY secara online.

Namun, menciptakan ruang aman tidak melulu soal kebijakan. Membangun ruang aman dapat dimulai dari cara kita memperlakukan orang lain. Hal ini dapat kita mulai dengan langkah sederhana seperti menghormati batasan, tidak menormalisasi candaan seksis, berempati dengan korban, dan berani menegur tindak kekerasan yang terjadi. Mewujudkan ruang aman di ruang digital berarti selalu menjaga ketikan kita dalam berkomentar dan tidak menyebarkan hal-hal yang melanggar privasi.

Filosofi Jiwa Warga Jogja Ciptakan Ruang Aman

Hamemayu Hayuning Bawana, Ambrasta dur Hangkara. Sebuah filosofi Jawa dari Sunan Kalijaga yang erat bagi pemerintah dan masyarakat DIY. Maknanya adalah manusia hidup di dunia harus senantiasa berusaha menghadirkan keselamatan, kebahagiaan, dan kesejahteraan serta memberantas segala bentuk kejahatan dan angkara murka. Pitutur ini sejatinya dapat menjadi napas dalam upaya menghadirkan ruang aman di Jogja. Menciptakan ruang aman berarti menjalankan semangat hamemayu hayuning bawana: memupuk perdamaian, menumbuhkan empati, dan menghadirkan lingkungan yang menentramkan. Sedangkan, ambrasta dur angkara mengingatkan kita untuk berani dan tegas melawan segala bentuk kekerasan sekecil apapun. Dengan menanamkan filosofi ini dalam kehidupan sehari-hari, dapat menegaskan keistimewaan Jogja karena pesona budaya serta warganya yang menjaga kehidupan dengan perdamaian dan keberanian.

Jogja Semakin Istimewa Karena Warganya Peduli

Jogja bukan hanya istimewa karena sejarah dan budayanya, tapi karena nilai-nilai luhur yang terus hidup di tengah warganya. Ketika kita menjaga sesama dari kekerasan, mendengarkan tanpa menghakimi, dan menumbuhkan empati dalam setiap ruang, kita sedang merawat keistimewaan itu. Mari wujudkan Jogja yang benar-benar aman — tempat di mana perempuan dan anak tumbuh dengan rasa percaya, dihargai, dan dilindungi. Karena Jogja akan benar-benar istimewa, bila setiap warganya merasa aman untuk menjadi dirinya sendiri. 

Silakan Pilih CS

Pengaduan P2TPAKK
Telekonseling Tesaga
Layanan SAPA 129
Satgas PPA DIY
Tutup
Ada yang bisa kami bantu?