Yogyakarta - DP3AP2 DIY. Kasus kekerasan seksual menjadi topik yang ramai dibicarakan di jagat media sosial belakangan ini. Kasusnya sangat beragam mulai dari menyasar anak-anak baik laki-laki maupun perempuan, perempuan dewasa, hingga laki-laki dewasa. Walaupun semua orang dapat menjadi sasaran kekerasan seksual, anak dan perempuan masih menjadi kelompok yang paling rentan mengalami kekerasan. Data SIGA DIY mengungkap selama bulan Januari hingga Juni 2025 sudah tercatat 162 korban kekerasan seksual yang melapor dengan 97 di antaranya terjadi pada anak-anak. Selain itu, menurut data Indonesia Judicial Research Society pada tahun 2021, 99% perkara kekerasan seksual yang diselesaikan di pengadilan pelakunya adalah laki-laki.
Kemunculan kasus-kasus ini memantik amarah dan diskusi dari masyarakat. Apa yang harus dilakukan agar anak dan perempuan tidak lagi menjadi target kekerasan seksual? Menilik dari data di atas, dapat dilihat bahwa mayoritas pelaku kekerasan seksual adalah laki-laki. Di berbagai belahan bumi kampanye mengenai topik protect your daughter, educate your son telah lama digaungkan. Kampanye ini menekankan untuk lebih mengedukasi laki-laki agar dapat mengontrol dirinya dan tidak melakukan kekerasan seksual.
Pendidikan yang diberikan orang tua di dalam keluarga selalu menekankan untuk melindungi dengan ketat para anak perempuan. Namun, niat melindungi ini sering kali kebablasan sampai mengekang dan membatasi perempuan untuk mengeksplorasi dirinya. Kenyang sudah perempuan menelan 1001 larangan dari orang-orang di sekitarnya. Di sisi lain, anak laki-laki lebih sering diberikan banyak kebebasan dan kelonggaran. Sangat minim penekanan yang diberikan pada laki-laki untuk mengontrol dirinya agar tidak melakukan hal-hal yang dapat menyakiti orang lain.
Lantas apa yang bisa parents
lakukan untuk mengedukasi anak laki-laki? Parents dapat membiasakan anak
untuk menghargai batasan baik batasan dirinya sendiri maupun batasan orang
lain. Pembiasaan ini dapat dimulai dari perilaku sederhana seperti meminta izin
saat akan menyentuh tubuh atau barang milik orang lain. Saat orang lain tidak
mengizinkan, ajarkan mereka untuk dapat menerimanya. Penolakan adalah hal wajar.
Kamu bisa bilang tidak maka orang lain juga bisa menolakmu. Kita harus
menghormati keputusannya. Hal ini juga dapat mengajarkan anak untuk berempati
terhadap orang lain. Selain itu jika anak melakukan kesalahan, berikan
konsekuensi yang sesuai. Jangan berlindung di balik kata ‘namanya juga
anak-anak’. Justru anak yang belum memahami harus diarahkan.
Dalam problematika kekerasan seksual, menjaga diri tidak hanya ditekankan kepada perempuan tetapi juga pada laki-laki mengingat laki-laki juga dapat menjadi korban. Perempuan dan laki-laki dapat saling menjaga agar tercipta lingkungan yang positif dan saling menghargai. Untuk itu, protect your daughter saja tidak cukup untuk membebaskan anak dari kekerasan seksual. Educate your son juga menjadi aspek penting untuk ditekankan. Pendidikan seksual sama pentingnya baik bagi laki-laki maupun perempuan.
Jadi, manakah yang lebih
penting? Protect your daughter atau educate your son? Mengapa
tidak lakukan keduanya bersamaan? Lindungi dan edukasi anak perempuan tanpa
mengekangnya. Jaga dan didik pula anak laki-laki untuk menghormati perempuan
dan tidak menyakitinya. Jangan sampai tebang pilih dan berat sebelah dalam
memberikan pendidikan kepada anak-anak kita.