Yogyakarta, DP3AP2 DIY (08/01/2025) - Kepala Keluarga adalah individu yang memiliki tanggung jawab utama terhadap anggota keluarganya, terutama dalam hal pengambilan keputusan dan penyediaan kebutuhan hidup. Kepala Keluarga juga bisa dianggap sebagai pemimpin keluarga. Kepala Keluarga sering kali diidentifikasi sebagai suami atau ayah yang berperan sebagai pencari nafkah dan pengatur kehidupan keluarga secara keseluruhan. Namun, dalam konteks yang lebih luas, kepala keluarga juga dapat merujuk kepada siapa saja yang menjalankan fungki tersebut, termasuk Perempuan.
Perempuan Kepala Keluarga adalah women headed (yang dikepalai oleh perempuan) atau women maintained (yang dijaga oleh perempuan), yaitu perempuan yang memikul tanggungjawab tunggal menghidupi keluarganya, sehingga dia adalah pencari nafkah utama dan juga harus memenuhi semua kebutuhan hidup anggota keluarganya. Mereka sering kali berperan sebagai pencari nafkah sekaligus pengasuh yang harus menyeimbangkan antara pekerjaan dan tanggung jawab. Perempuan tidak hanya menjalankan perannya sebagai ibu atau istri, tetapi juga mengambil peran aktif dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan dapat berkontribusi secara signifikan dalam aspek sosial dan ekonomi.
Perempuan juga memikul tanggung jawab sebagai pencari nafkah utama dalam keluarga membuktikan bahwa peran Perempuan dalam mendorong kesejahteraan ekonomi keluarga. Bekerja bukan hanya sekedar mencari uang, mereka juga menyediakan infrastruktur yang solid bagi keluarga. Tidak jarang, perempuan harus menghadapi tekanan eksternal seperti stigmatisasi sosial yang masih melekat pada peran – peran feminin. Akan tetapi, fenomena ini juga menandai awal dari transformasi gender yang makin progresif dalam Masyarakat kita hari ini. Di beberapa negara, termasuk Indonesia, undang – undang pun mulai mengakomodir hak – hak perempuan untuk bekerja tanpa diskriminatif, serta program – program pembinaan professional yang ditawarkan demi meningkatkan kapasitas mereka dalam bidang – bidang tertentu. Beberapa undang – undang yang berada di Indonesia yaitu UU No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, Peraturan Pemerintah Pengganti UU No.2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, UU No.24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial, UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.3 Tahun 1989, dan UU No.12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual
Pada tahun 2023, persentase perempuan sebagai kepala keluarga di Indonesia mencapai 12,73%, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS). Angka ini menunjukkan peningkatan tipis sebesar 0,01% dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 12,72%. Meskipun ada sedikit peningkatan, tren jangka panjang menunjukkan bahwa persentase perempuan sebagai kepala keluarga cenderung meningkat sejak 2013 hingga 2020, tetapi mengalami penurunan pada tahun 2021 dan 2022. Faktor – faktor yang menyebabkan menjadi kepala keluarga diantaranya adalah perceraian, kematian pasangan, migrasi dan kondisi di mana suami tidak dapat bekerja karena alasan Kesehatan atau kehilangan pekerjaan. Data menunjukkan bahwa sekitar 67,71% perempuan yang menjadi kepala keluarga di Indonesia disebabkan oleh kematian suami, sementara faktor lain seperti poligami, suami yang tidak bekerja, atau migrasi juga berkontribusi signifikan. Sebagian dari perempuan yang menjadi kepala rumah tangga tersebut, hidup di bawah garis kemiskinan. Perempuan juga sering kali terpaksa mengambil alih tanggung jawab sebagai pencari nafkah utama untuk menjaga kelangsungan hidup keluarga mereka.
Perempuan Kepala keluarga juga memiliki dampak sosial dan ekonomi. Dampak sosial dari meningkatnya jumlah perempuan kepala keluarga mencakup perubahan persepsi masyarakat terhadap peran gender. Para perempuan yang menjadi kepala keluarga sering kali harus berjuang melawan stereotip dan diskriminasi, tetapi keberadaan mereka juga menantang norma – norma yang ada dan membuka jalan bagi kesetaraan gender. Namun, para perempuan yang menjadi kepala keluarga juga memiliki tantangan, banyak perempuan menghadapi kesulitan dalam mengakses pendidikan dan layanan kesehatan yang memadai, yang dapat membatasi kemampuan mereka untuk menjalankan peran sebagai kepala keluarga dengan efektif.
Sedangkan, dari dampak ekonomi, perempuan yang menjadi kepala keluarga sering kali berada dalam posisi rentan yaitu banyak dari mereka yang hidup dibawah garis kemiskinan dan memiliki akses terbatas terhadap pekerjaan yang menghasilkan pendapatan layak. Meskipun beberapa berhasil menjadi pemcari nafkah utama, banyak yang terpaksa bekerja di sektor informal dengan upah rendah dan tanpa jaminan sosial. Hal ini menciptakan siklus kemiskinan yang sulit diputus. Menurut data BPS, hanya sekitar 60% perempuan kepala keluarga yang bekerja, dan banyak dari mereka berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar keluarganya. Dengan demikian, perempuan kepala keluarga tidak hanya mempengaruhi individu tetapi juga berdampak pada kesejahteraan ekonomi Masyarakat secara keseluruhan.
Secara keseluruhan, perempuan kepala keluarga mencerminkan perubahan yang signifikan dalam struktur keluarga modern serta tantangan yang dihadapi oleh banyak wanita di Indonesia. Meskipun mereka sering kali menjadi tulang punggung ekonomi keluarga stigma sosial dan tantangan ekonomi masih membayangi kehidupan mereka. Oleh karena itu, penting untuk terus mendukung pemberdayaan perempuan melalui akses pendidikan dan peluang kerja yang setara agar mereka dapat menjalankan peran sebagai kepala keluarga dengan lebih baik dan meningkatkan kualitas hidup keluarganya. (Laica)