Yogyakarta, DP3AP2 DIY – Sebagai upaya meningkatkan kapasitas
petugas Pencatatan & Pelaporan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak
(KtPA) di Daerah Istimewa Yogyakarta, DP3AP2 DIY
menyelenggarakan Pelatihan Pencatatan dan Pelaporan Penanganan
Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak Melalui Aplikasi Simfoni PPA tahun 2025. Acara yang
berlangsung pada tanggal 11-12 Juni 2025 bertempat di Eastparc Hotel Yogyakarta
diikuti oleh Kepala Dinas P3AP2 DIY, UPT Balai PPA Provinsi DIY, Dinas
Pemberdayaan Perempuan & Perlindungan Anak Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, Unit PPA Polda DIY, Jajaran Polres Kabupaten/Kota, UPT PPA
Kabupaten/Kota, FPKK DIY, P2TPAKK Rekso Dyah Utami, Jajaran Rumah Sakit, SAPA
129 DIY, serta yayasan & lembaga Perlindungan Perempuan & Anak di Daerah
Istimewa Yogyakarta.
Acara ini dibuka secara simbolis oleh Ibu Erlina Hidayati Sumardi, S.IP, M.M selaku Kepala Dinas P3AP2 DIY, yang sekaligus memberikan pengantar kepada para peserta pelatihan mengenai upaya-upaya apa saja yang perlu kita lakukan dalam tujuannya untuk meneguhkan Jogja yang Istimewa tanpa kekerasan.
SIMFONI PPA (Sistem Informasi Online
Perlindungan Perempuan dan Anak) merupakan sistem
informasi yang dikembangkan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak yang digunakan untuk melakukan pencatatan dan pelaporan
kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terjadi di wilayah Indonesia, baik
untuk warga negara indonesia maupun warga negara asing. SIMFONI PPA bekerja
sama dengan instansi pemerintahan di setiap provinsi / kabupaten / kota
sehingga aplikasi dapat diakses oleh semua unit layanan penanganan korban
kekerasan perempuan dan anak pada tingkat nasional meliputi provinsi /
kabupaten / kota secara up to date.
Kegiatan yang berlangsung dua
hari ini diawali dengan penyampaian beberapa materi oleh tiga narasumber ahli untuk
menguatkan kembali kapasitas petugas pencatatan dan pelaporan kekerasan
terhadap perempuan & anak di DIY. Dalam kesempatan tersebut, Suharti, M.A, selaku Ketua Satgas PPKS Universitas Nahdlatul Ulama Yogyakarta
mengingatkan kembali mengenai Sensitivitas dalam Penanganan Kasus KtPA. Dalam materinya, Suharti, M.A, mengingatkan kembali bahwa sensitivitas
sangat dibutuhkan untuk memahami dan merespon perasaan korban, mengenali
kebutuhan korban, mengerti pengalaman korban, mendeteksi dan merespon perubahan
korban dengan cepat. Hal-hal tersebut tentunya membutuhkan empati dan responsif. Lebih lanjut Suharti, M.A, menyampaikan bahwa Tujuan
akhir dari membangun sensitivitas yaitu untuk kita membangun empati. Sebagai
pendamping korban terkadang kita tidak sadar pilihan kata yang kita sampaikan
dapat menjadi penyembuh atau menambah penderitaan korban. Toxic positivity
yaitu kelihatannya kata-kata positif namun ternyala itu menambah luka mendalam
pada korban. Maka yang harus kita lakukan seperti saat korban menangis kita
dapat mengatakan bahwa menangis tidak apa-apa dan itu wajar dikarenakan apa
yang korban alami.
Dalam kesempatan yang sama, Devi Riana Sari, M.Psi.
Psikolog selaku narasumber yang dari UPT PPA Kota Yogyakarta menyampaikan
mengenai Pendampingan Awal Petugas Layanan Korban Kekerasan terhadap
Perempuan dan Anak. Devi Riana Sari, M.Psi. Psikolog menyampaikan bahwa Kebutuhan pertama yang dibutuhkan oleh
korban adalah bertemu dengan seseorang yang bisa mendengarkan secara aktif
dengan empati. Tujuan pendampingan awal yaitu memberikan respon cepat,
empatik dan tepat terhadap perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan.
Peran petugas layanan yaitu sebagai pendengar pertama yang dapat menentukan
arah pemulihan korban seperti apa. Menutup paparannya, Devi
Riana Sari, M.Psi. Psikolog menegaskan bahwa Kompetensi
dasar petugas pendamping yang harus dimiliki petugas layanan diawal, pertama
ketrampilan komunikasi empatik. Hal ini ditujukan agar korban merasa didengar,
tidak dihakimi, dan merasa aman untuk berbagi. Kedua yaitu pengetahuan tentang
kekerasan berbasis gender, dan ketiga amati respons psikologis diri sendiri
atau orang lain.
Menutup panel pertama, Dr. Lipur
Riyantiningtyas BS, SpFM(K), SH menyampaikan Praktek Baik Penanganan Pencatatan
dan Pelaporan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak yang sudah dilakukan
oleh RSUP Dr Sardjito. Dalam paparannya, dr. Lipur menjelaskan mengenai standar
pelayanan Kesehatan dan alur penanganan yang ada di Rumah Sakit. Di RSUP Dr
Sardjito memiliki Unit Penanganan Terpadu Sekar Arum. Pasien akan datang
sendiri atau rujukan, akan mendaftar di loket pasien baru, menerima berkas RM,
dan akan mendapat kartu pendaftaran. Selanjutnya UPKT akan melakukan
pemeriksaan secara komprehensif.
Memasuki Sesi kedua di hari
pertama, Arif Nasiruddin S.Psi., M.A, memberikan Monitoring dan evaluasi Pencatatan dan
Pelaporan Data Penanganan KtPA di DIY melalui aplikasi Simfoni PPA. Monev dimulai dengan evaluasi pencatatan yang sudah dilakukan
oleh beberapa Lembaga layanan yang ada di DIY. Selanjutnya acara dilanjutkan dengan
praktik penginputan kasus kekerasan oleh peserta, dimana para peserta
mendapatkan contoh kasus kekerasan untuk selanjutnya mereka mencoba untuk
melakukan penginputan ke dalam aplikasi Simfoni PPA. Dengan diadakannya
pelatihan ini diharapkan nantinya bisa terdapat sinkronisasi pengelolaan data
melalui aplikasi Simfoni PPA, sehingga dapat menghasilkan data yang akurat dan
dapat dipakai sebagai dasar atau pedoman pengambilan kebijakan dalam upaya
pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak di DIY.
Pada hari ke-dua, acara dilanjutkan dengan Evaluasi dan Pendalaman materi yang sudah dilaksanakan di hari pertama. Arif Nasiruddin, S. Psi., M.A mengajak para peserta untuk Kembali merefresh dan memperdalam apa yang sudah didapat pada pelatihan hari pertama. Lebih lanjut lagi, di hari ke dua ini, para peserta mendapatkan pendalaman materi oleh 3 narasumber ahli. Narasumber pertama Dr. Y. Sari Murti Widiyastuti, S.H., M.Hum. dari FPKK DIY menyampaikan mengenai Penanganan KtPA secara Berjejaring di DIY “Mekanisme Rujukan”. Dalam kesempatan ini, Dr. Y. Sari Murti Widiyastuti, S.H., M.Hum menyampaikan bahwa FPKK bertujuan untuk menjamin pelaksanaan pelayanan serta perlindungan korban kekerasan khususnya perempuan dan anak secara terpadu melalui mekanisme rujukan yang efektif dan efisien serta berbagai upaya pencegahan. Dalam kesempatan yang sama, dr. Yuliaty Iskak yang juga menjadi perwakilan FPKK DIY menyampaikan mengenai Penanganan KtPA secara Berjejaring di DIY dan bagaimana mekanisme Penjaminan Biaya Kesehatan untuk Korban KtPA di DIY. Dalam paparannya, dr. Yuliaty Iskak menyampaikan bahwa Layanan kesehatan diberikan di fasilitas kesehatan di wilayah DIY yang bekerjasama dengan Bapeljamkesos. Lebih lanjut dr. Yuliaty Iskak menjelaskan jumlah dan data rekomendasi selama tahun 2024 yang tercatatkan oleh secretariat FPKK DIY. Dengan data yang ada tersebut, dr. Yuliaty Iskak mengajak kepada peserta untuk meningkatkan upaya preventif untuk mencegah terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak di DIY.
Sebagai penutup panel
hari ke dua ini, para peserta mendapatkan Arahan dan Evaluasi dari Kementrian
PPPA terkait dengan Pencatatan dan Pelaporan KtPA pada aplikasi Simfoni PPA. Riki
Ahmad Fauji sebagai narasumber dari Kementerian PPPA menyampaikan data yang masuk
ke aplikasi Simfoni PPA sepanjang tahun 2024 di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Lebih lanjut Riki Ahmad Fauji menjelaskan bahwa data penting untuk
menggambarkan kasus dan selanjutnya menggambarkan kebijakan. Di akhir
paparannya, Riki Ahmad Fauji menyampaikan bahwa ada beberapa penambahan menu
pada aplikasi Simfoni PPA terbaru.
Pelatihan Sistem Pencatatan & Pelaporan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak (KtPA) Melalui Aplikasi Simfoni PPA ini diakhiri dengan post-test sederhana yang bertujuan untuk melihat seberapa jauh pemahaman peserta dalam mengikuti pelatihan ini. Acara ini secara resmi ditutup oleh Hera Aprilia, S.Kom., M.Eng selaku Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Perlindungan Khusus Anak, DP3AP2 DIY.