Yogyakarta, DP3AP2 DIY- Jumat, 20 Juni 2025 FPKK DIY bersama
DP3AP2 DIY menyelenggarakan Kegiatan Pelatihan Konseling terhadap Laki-laki
Pelaku KDRT di Kantor DPD RI Daerah Istimewa Yogyakarta. Kegiatan tersebut
dihadiri langsung oleh Kepala DP3AP2 DIY Ibu Erlina Hidayati Sumardi, S.I.P.,
M.M. dan ketua Pelaksana FPKK DIY Ibu Dr. Y. Sari Murti Widiyastuti, S.H.,
M.Hum. Peserta Pelatihan ini merupakan petugas layanan, APH, dan Satgas PPA
DIY.
Acara ini dibuka secara simbolis oleh ketua
Pelaksana FPKK DIY Ibu Dr. Y. Sari Murti Widiyastuti, S.H., M.Hum, yang
sekaligus memberikan pengantar kepada para peserta pelatihan. Dalam
pengantarnya, Ibu Dr. Y. Sari Murti Widiyastuti, S.H., M.Hum menyampaikan bahwa
acara ini diinisiasi oleh FPKK DIY sebagai upaya untuk menghentikan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga dengan melakukan intervensi kepada seseorang yang berpotensi
sebagai pelaku. Dengan terselenggaranya kegiatan ini diharapkan dapat
meningkatkan pemahaman bagi laki-laki pelaku kekerasan untuk meningkatkan
tanggungjawab terhadap tindakan yang dilakukannya dan mengubah cara pandang
mereka terkait kesetaraan gender, serta
mentransformasikan nilai, menghargai perempuan, supportif, serta anti kekerasan.
Dalam kesempatan yang sama, Ibu Erlina Hidayati Sumardi, S.I.P., M.M selaku Kepala Dinas P3AP2 DIY dalam pengantarnya menyampaikan bahwa pada tahun 2024 lembaga yang tergabung dalam FPKK DIY telah menangani setidaknya 1326 korban kekerasan terhadap perempuan dan anak. Dari data tersebut 570 korban merupakan korban KDRT. Lebih lanjut Ibu Erlina Hidayati Sumardi, S.I.P., M.M menyampaikan bahwa 527 korbannya adalah perempuan, 98 korban berusia anak. Sementara itu jika dilihat dari statistik pelaku KDRT, tercatat 79% pelaku adalah suami, 18% orang tua korban, dan 3% merupakan keluarga korban. Dari data yang ada, salah satu permasalahannya adalah masih minimnya konselor laki-laki yang siap untuk memberikan konseling bagi laki-laki pelaku KDRT. Melalui kegiatan ini, diharapkan muncul konselor laki-laki yang nantinya dapat berperan dalam jejaring untuk memberikan layanan konseling bagi laki-laki pelaku KDRT.
Sebagai pemantik disukusi pada kegiatan ini, disampaikan data korban KDRT di DIY oleh Ibu Hera Aprilia S.Kom., M.Eng. selaku kepala bidang Perlindungan Perempuan dan Perlindungan Khusus Anak DP3AP2 DIY. Pada kegiatan ini Saeroni, S.Ag., M.H. selaku narasumber menyampaikan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi laki-laki terlibat perilaku kekerasan dalam rumah tangga, diantaranya konsep diri menjadi laki-laki, relasi dan pengalaman konflik, peran gender, serta pengalaman kekerasan. Dalam hal ini laki-laki memiliki pandangan, sikap, dan perilaku merasa superior dan merendahkan perempuan, mengontrol sikap dan perilaku pasangan, serta menerima kekerasan sebagai cara penyelesaian masalah. Lebih lanjut Saeroni, S.Ag., M.H. menjelaskan bagaimana pentingnya intervensi laki-laki dalam konteks KDRT ini. Saeroni, S.Ag., M.H menjelaskan bahwa konseling Perubahan Perilaku Laki-laki dalam Konteks KDRT ini dapat membantu laki-laki yang melakukan atau yang berpotensi melakukan KDRT untuk menghentikan atau mencegah terjadinya kekerasan dan menjadi orang yang dapat menghargai pasangan. Harapannya, laki-laki dapat mengendalikan perilaku kekerasan mereka, menumbuhkan pribadi dalam memahami diri sendiri, harga diri, kepercayaan diri dan pengendalian diri, hubungan yang lebih baik dengan pasangan, hubungan yang lebih baik dengan anak, serta terhindar dari konsekuensi yang lebih buruk dari tindak kekerasan yang dilakukannya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur
Yayasan Annisa Swasti, Dra. Nadlrotus Sariroh, MA. Berbagi mengenai Praktek
baik penaganan kasus KDRT berbasis masyarakat. Dra. Nadlrotus Sariroh, MA.
Menjelaskan bahwa Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), KDRT
adalah setiap perbuatan terhadap
seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau
penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah
tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Undang-undang ini
bertujuan untuk mencegah segala bentuk KDRT, melindungi korban, menindak
pelaku, dan menjaga keutuhan rumah
tangga yang harmonis dan sejahtera. Dalam paparannya tersebut, Dra. Nadlrotus Sariroh,
MA. menjelaskan bahwa peran komunitas sangat penting dalam penanganan KDRT,
yaitu keberadaan organisasi atau serikat di tingkat pekerja memberi dampak
positif bagi perempuan pekerja, terutama dalam kasus KDRT. Korban tidak merasa
sendiri, putus asa, atau menyalahkan diri sendiri. Organisasi/serikat
memberikan perlindungan dan arahan bagi korban, sehingga sangat penting bagi
organisasi memahami karakter korban, yang umumnya mengalami trauma, gangguan
mental, dan sakit fisik akibat kekerasan. Lebih lanjut Dra. Nadlrotus Sariroh,
MA. menceritakan kisah penanganan KDRT pada lingkup komunitas perempuan,
disampaikan bahwa memang peran kelompok ini sangat penting dalam membantu
penanganan KDRT, sebab Perempuan yang mengalami KDRT cenderung mengalami
tekanan emosional yang berkepanjangan karena berada dalam lingkaran Kekerasan.
Dinamika psikologis yang dialami korban meliputi perasaan bersalah (powerless),
kemarahan yang mendalam, rasa malu, kecemasan serta gangguan tidur. Sehingga
masayarakat memiliki tanggungjawab untuk mencegah adanya KDRT dan memberikan
bantuan kepada korban. Hal ini penting agar korban mendapatkan dukungan untuk
mengambil keputusan yang terbaik bagi dirinya. Menutup paparannya, Dra.
Nadlrotus Sariroh, MA. menyampaikan bahwa semua pihak dari lingkup terkecil
sangat penting dalam keterlibatannya untuk mencegah dan menangani kasus KDRT di
sekitar mereka.
Terselenggaranya kegiatan ini,
diharapkan dapat meningkatkan komitmen petugas layanan serta menyiapkan
konselor laki-laki untuk melakukan konseling terhadap laki-laki pelaku KDRT
untuk mewujudkan Jogja Istimewa Tanpa Kekerasan.