Yogyakarta - DP3AP2 DIY, Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai salah satu Provinsi di Indonesia tidak lepas dari isu kekerasan yang menyasar Perempuan dan Anak. Fenomena Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak yang masih marak terjadi di DIY perlu mendapat perhatian yang serius dari pemerintah maupun elemen masyarakat. Berbagai upaya pencegahan telah dilakukan untuk menekan angka kekerasan di DIY. Pemerintah juga telah berkomitmen untuk senantiasa meningkatkan kualitas layanan bagi korban kekerasan. Salah satunya melalui Forum Perlindungan Korban Kekerasan (FPKK). FPKK merupakan forum koordinasi perlindungan perempuan dan anak korban kekerasan yang penyelenggaraannya dilakukan secara berjejaring. Tujuan Pembentukan FPKK adalah untuk menjamin pelaksanaan pelayanan dan perlindungan koban kekerasan, khususnya perempuan dan anak secara terpadu melalui mekanisme rujukan yang efektif dan efisien.
Sebagai langkah deseminasi informasi tentang Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak (KtPA) menuju Jogja Istimewa tanpa kekerasan, maka pada hari Kamis, 18 Januari 2024 Dinas P3AP2 DIY menyelenggarakan Ekspose Data Perlindungan Korban Kekerasan Tahun 2023. Kegiatan tersebut dilakukan secara daring melalui Zoom Meeting dan dihadiri oleh Anggota FPKK serta jejaring Dinas P3AP2 DIY yang terdiri dari instansi pemerintah daerah, instansi vertikal rumah sakit, LSM, sekolah dan Satgas PPKS.
Dalam kegiatan tersebut Erlina Hidayati Sumardi selaku Kepala Dinas P3AP2 DIY menyampaikan bahwa sepanjang tahun 2023 kasus kekerasan di DIY mengalami penurunan pada kategori dewasa, namun mengalami kenaikan untuk kategori anak, yaitu sejumlah 773 kasus dewasa dan 414 kasus anak. Mayoritas kasus kekerasan terhadap Anak dialami oleh Anak pada rentang usia 11-17 tahun dan berjenis kelamin perempuan. Sebagian besar korban kekerasan yang tercatatkan berstatus belum menikah, dan statusnya tidak bekerja, dimana didalamnya juga termasuk pelajar, mahasiswa dan ibu rumah tangga.
Data yang dihimpun oleh Lembaga yang tergabung dalam FPKK sepanjang tahun 2023 mencatatkan sebanyak 27 orang kasus kekerasan terhadap difabel atau 2% dari total kasus kekerasan yang tercatat. Di tahun yang sama Jumlah Kasus Non KDRT lebih tinggi dibandingkan kasus KDRT. Tercatatkan ada sebanyak 60% kasus Non KDRT dan 40% kasus KDRT. Sedangkan lokasi kasus kekerasan paling banyak terjadi di Kabupaten Sleman.
Apabila dilihat dari Bentuk kekerasan yang dialami korban, yang paling banyak terjadi adalah kekerasan fisik sejumlah 409 korban, disusul kekerasan psikis sejumlah 397 korban kemudian kekerasan seksual sejumlah 318 korban. Dilihat dari jenis kekerasan, kekerasan terhadap Istri masih menduduki jenis kekerasan tertinggi yang dialami oleh korban sebanyak 415 korban. Kekerasan terhadap Anak juga masih banyak terjadi dan tercatatkan sejumlah 407 korban.
Sepanjang tahun 2023 tercatatka sebanyak 21 kasus Kekerasan berbasis Online, dimana korban paling banyak mengalami kekerasan dalam bentuk kekerasan seksual. Hal ini menunjukkan bahwa kekerasan tidak hanya terjadi secara langsung, namun juga dapat berawal dari sarana online yang diakses oleh masyarakat.
Dari 1187 korban yang di tangani, layanan yang telah diberikan adalah sejumlah 2.192, yang menandakan bahwa 1 (satu) korban mendapatkan 2 (dua) jenis pelayanan di Lembaga layanan maupun di tangani secara berjejaring oleh Lembaga di DIY yang masuk dalam koordinasi FPKK DIY.
Tidak jarang ditemui bahwa pelaku kekerasan adalah orang terdekat korban. Hubungan pelaku dengan korban kekerasan diantaranya suami/istri, orang tua keluarga, pacar, teman atau yang lainnya. Namun, tidak semua pelaku dapat terdata secara rinci, khususnya yang dilayani oleh rumah sakit dan tidak ditindaklanjuti dengan pendampingan UPT PPA maupun penanganan hukum.
Dalam kegiatan tersebut Ketua Pelaksana Forum Perlindungan Korban Kekerasan DIY, Dr. Y Sari Murti menyampaikan bahwa FPKK melalui Bapeljamkesos memberikan pelayanan pembiayaan bagi korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak yang mengalami kejadian di DIY dan membutuhkan layanan kesehatan dengan mekanisme rekomendasi. Dari data tersebut terungkap bahwa ada sejumlah 322 korban yang mengakses layanan Kesehatan dan 62% diantaranya adalah perempuan dewasa (diatas 18 Tahun) yang mengalami kekerasan.
Dari data tersebut juga diketahui bahwa korban yang mengakses layanan Kesehatan dengan mekanisme FPKK didominasi oleh korban yang mengalami Kekerasan Fisik dan juga Kekerasan Seksual. Hal yang perlu menjadi perhatian adalah kekerasan seksual banyak dialami oleh anak yang berusia 14-17 yang dilakukan oleh pacar, teman, orang sekitar, dan orang yang baru dikenal melalui media sosial.
Menyikapi fenomena tersebut, Ketua FPKK DIY menegaskan bahwa untuk menekan angka kekerasan di DIY perlu adanya identifikasi akar masalah dari tingginya Kekerasan terhadap Anak,dan penyebab dari Kekerasan Suami terhadap Istri, dan serta diperlukan adanya penegakan hukum kepada pelaku.
Data yang telah dipaparkan oleh kedua narasumber merupakan data penanganan yang mungkin hanya mengungkap sebagian kecil dari kasus/kejadian kekerasan yang terjadi. Jumlah kasus kekerasan yang sebenarnya terjadi disinyalir merupakan fenomena gunung es yang sebagian faktanya masih tersimpan dan belum terungkap. Hal tersebut tentunya perlu disikapi bersama dengan memperkuat sinergi pencegahan terjadinya Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak yang dilakukan secara massif dan menyeluruh.
Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam Upaya pencegahan kekerasan terhadap Perempuan dan Anak diantaranya :
Melalui Ekspose Data Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak Tahun 2023 ini, diharapkan dapat menjadi kewaspadaan bersama akan terjadinya Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak. Selain itu diharapkan berbagai stakeholder terkait dapat memperkuat sinergi dan koordinasi dalam pencegahan dan penanganan Perempuan & Anak Korban Kekerasan.
Rangkuman data penanganan Korban Kekerasan tahun 2023 dapat di unduh melalui tautan berikut ini "DATA Penanganan KtPA 2023"