18 November 2025 - BY Admin

Selama 2022-2025, ECPAT Indonesia Menerima 66 Pengaduan Kasus Kekerasan Seksual Anak di Dunia Digital

Yogyakarta, 18 November 2025 – Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) DIY menyelenggarakan Webinar Series Perlindungan Anak dengan tema “Menciptakan Ruang Aman bagi Anak dalam Dunia Digital”. Kegiatan berlangsung pada Selasa, 18 November 2025, pukul 08.30 WIB hingga selesai, dengan peserta yang terdiri dari jejaring DP3AP2 DIY, sekolah SMA/SMK sederajat, SLB, jejaring rumah sakit, hingga satgas PPKS di seluruh wilayah DIY.

Webinar dibuka secara langsung oleh Ibu Erlina Hidayati Sumardi, S.I.P., M.M., selaku Kepala Dinas P3AP2 DIY yang menekankan bahwa perkembangan teknologi digital memberikan kemudahan, namun juga menghadirkan ancaman serius terhadap keamanan anak. Ia menyoroti fenomena eksploitasi seksual online, paparan konten negatif, kecanduan game, penyalahgunaan data pribadi, hingga radikalisme digital.

“Globalisasi menjadikan dunia tanpa batas, anak-anak semakin bergantung pada teknologi. Kita harus hadir mengawasi dan membimbing. Ruang digital harus menjadi sarana edukasi, bukan ancaman,” tegasnya.

DP3AP2 DIY juga menyampaikan keberadaan layanan konseling dan terapi perubahan perilaku melalui PUSPAGA Prima DIY, serta pentingnya sinergi berbagai pihak untuk implementasi perlindungan anak sesuai PP Tunas.


Kegiatan ini dipandu oleh Bapak Arif Nasiruddin, S.Psi., M.A., Sebagai moderator, dan menghadirkan narasumber dari ECPAT Indonesia, organisasi global yang bergerak dalam isu perlindungan anak yaitu Bapak Rio Hendra, S.H., M.H.,

Dalam pemaparan materinya Rio Hendra, S.H., M.H., selaku Koordinator Advokasi dan Layanan Hukum ECPAT Indonesia menjelaskan berbagai bentuk kekerasan berbasis digital seperti cyber bullying, cyber stalking, grooming, sexting, sextortion, hingga live streaming seksual.

Data menunjukkan kondisi yang mengkhawatirkan:

·         Selama 4 tahun terakhir, terdapat 5.566.015 kasus pornografi anak yang dilaporkan secara global, menempatkan Indonesia di urutan ke-4 dunia.

·         Pada tahun 2022–2025, ECPAT menerima 66 pengaduan kasus kekerasan seksual anak online, dengan mayoritas korban masih di bawah umur dan tidak hanya perempuan, tetapi juga laki-laki.

Rio turut menyoroti minimnya kesadaran anak mengenai risiko digital dan hambatan pelaporan kasus. “Banyak korban takut melapor karena khawatir dimarahi, dikucilkan, atau bukti sudah hilang. Sebagian dari mereka hanya ingin bercerita, bukan mencari solusi,” jelasnya.

Dalam sesi diskusi, para peserta menanyakan cara orang tua dapat memantau penggunaan gadget anak. Rio menyampaikan pentingnya perjanjian sejak awal ketika memberikan gadget. “Sampaikan kepada anak bahwa gadget adalah milik orang tua yang dipinjamkan, agar pengawasan dapat dilakukan,” ujarnya.

Ia juga mengingatkan bahwa penggunaan second account media sosial tidak menjamin keamanan. Penelusuran digital tetap dapat dilakukan oleh pihak berwenang melalui data teknis seperti IP address.

Beberapa strategi yang disampaikan narasumber agar anak terhindar dari kekerasan digital, antara lain:

·         Gunakan internet bersama anggota keluarga dewasa.

·         Batasi waktu layar bagi anak.

·         Orang tua memahami platform digital yang digunakan anak.

·         Ajarkan anak untuk berani berkata tidak, menghindari situasi yang tidak nyaman, berani melapor, serta menjaga data pribadi.


Webinar berjalan lancar dan semua pihak sepakat bahwa perlindungan anak di dunia digital harus dimulai dari lingkungan terkecil, yaitu keluarga. Sinergi antara orang tua, sekolah, pemerintah, dan masyarakat menjadi kunci dalam menciptakan ruang digital yang aman bagi generasi muda.

Materi kegiatan dapat diunduh melalui tautan berikut: https://bit.ly/MateriWebinar18November2025

Silakan Pilih CS

Pengaduan P2TPAKK
Telekonseling Tesaga
Layanan SAPA 129
Satgas PPA DIY
Tutup
Ada yang bisa kami bantu?