9 Oktober 2025 - BY Admin

DP3AP2 DIY Dorong Sinergi Pencegahan dan Penanganan Pornografi Anak di Era Digital

Yogyakarta, 9 Oktober 2025 — Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) Daerah Istimewa Yogyakarta menggelar rapat koordinasi dan sinkronisasi Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Pornografi (GT PP Pornografi), Kamis (9/10), di Ruang Rapat Balai PPA DIY. Pertemuan ini membahas upaya lintas sektor dalam menghadapi meningkatnya paparan pornografi di kalangan anak dan remaja di era digital.

Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Perlindungan Khusus Anak DP3AP2 DIY, Hera Aprilia, S.Kom., M.Eng., dalam sambutannya menyoroti urgensi penanganan isu pornografi yang semakin kompleks. Indonesia saat ini menempati peringkat ke-4 dunia dalam kasus pornografi anak dan peringkat ke-2 dalam kasus kekerasan yang disebabkan oleh pornografi. “Dampak paparan pornografi sangat serius, mulai dari kerusakan fungsi otak, gangguan emosi, hingga perilaku kekerasan. Tantangan terbesar kita adalah bagaimana melindungi anak muda yang menjadi pengguna internet terbesar,” ujanya.


Dalam forum tersebut, Melwin Syafrizal, S.Kom., M.Eng., PhD, dari Universitas AMIKOM Yogyakarta selaku narasumber menyampaikan paparan berjudul “Melindungi Anak dari Pornografi Digital, Kolaborasi Lintas Sektor di Era Media Sosial”. Berdasarkan data nasional, 63% anak Indonesia telah terpapar konten pornografi, dengan 39,7% mengakses melalui HP atau laptop. Bahkan, 19% anak mengaku mengakses secara tidak sengaja.

Melwin menegaskan bahwa paparan pornografi berdampak luas, mulai dari gangguan perkembangan otak, distorsi pemahaman seksualitas, penurunan prestasi akademik, hingga kerentanan terhadap predator online. Ia juga menjelaskan bagaimana algoritma media sosial, iklan clickbait, dan permainan daring menjadi jalur utama anak-anak terpapar konten berbahaya.

Sebagai langkah konkret, Melwin memaparkan enam prinsip proteksi digital untuk anak, yaitu:

  1. Keamanan digital, dengan penggunaan password kuat dan kontrol keamanan.
  2. Keterbukaan dan komunikasi, agar anak merasa aman bercerita jika melihat konten negatif.
  3. Privasi dan identitas digital, termasuk edukasi untuk tidak membagikan data pribadi.
  4. Pembatasan waktu layar (screen time).
  5. Literasi digital, agar anak berpikir kritis terhadap konten daring.
  6. Kolaborasi lintas sektor, melibatkan keluarga, sekolah, pemerintah, dan penyedia layanan internet.


Diskusi juga menyoroti aspek hukum dan psikologis. Perwakilan Kejaksaan Tinggi DIY, Nurul, menyoroti bagaimana efek pornografi dapat mendorong perilaku kriminal dan menjadikan anak sebagai Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH). Para peserta menyepakati pentingnya pendekatan edukatif dan komunikasi terbuka antara orang tua dan anak agar upaya pencegahan dapat berjalan efektif.

Pertemuan diakhiri dengan komitmen bersama untuk memperkuat kolaborasi lintas sektor dalam mencegah dan menangani pornografi anak di DIY. Tahun 2026 akan menjadi momentum penting bagi Gugus Tugas untuk mengawal kajian dan implementasi RAD Pornografi secara lebih strategis.

Silakan Pilih CS

Pengaduan P2TPAKK
Telekonseling Tesaga
Layanan SAPA 129
Satgas PPA DIY
Tutup
Ada yang bisa kami bantu?