22 Oktober 2025 - BY Admin

Rapat Koordinasi Teknis FPKK DIY : Komitmen FPKK DIY bersinergi dalam Perlindungan Perempuan dan Anak

Yogyakarta, 22 Oktober 2025 — Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) DIY bersama Forum Perlindungan Korban Kekerasan (FPKK) DIY menggelar rapat koordinasi teknis di Ruang Radyosuyoso Bapperida DIY. Kegiatan yang dihadiri 85 peserta lintas sektor baik OPD, rumah sakit, dan beberapa LSM ini membahas langkah strategis pencegahan dan penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terjadi di DIY, serta isu ketahanan keluarga dan kesejahteraan sosial.

Rapat dibuka dengan sambutan dari Kepala Dinas P3AP2 DIY Ibu Erlina Hidayati Sumardi, S.IP., M.M. Dalam arahannya, Ibu Erlina menegaskan pentingnya peran FPKK sebagai wadah sinergi antar lembaga dalam upaya perlindungan masyarakat dari kekerasan. “Jogja harus menjadi daerah yang beradab, di mana kekerasan tidak mendapat tempat. Penanganan kasus harus berkeadilan bagi korban dan menimbulkan efek jera bagi pelaku,” ujar Erlina. Ia juga menggaris bawahi pentingnya optimalisasi produktivitas masyarakat usia produktif, khususnya perempuan, yang sering terhambat akibat kekerasan domestik dan sosial.


Sesi diskusi utama dipimpin langsung oleh Ibu Dr. Y. Sari Murti W., S.H., M.Hum. selaku ketua pelaksana FPKK DIY yang menyoroti pentingnya monitoring dan evaluasi jejaring yang tergabung dalam FPKK DIY. Ia mengungkapkan masih tingginya angka kekerasan dan berbagai bentuk kerentanan anak, termasuk kasus anak terpapar radikalisme, kekerasan seksual (KS), serta dampak keluarga yang tidak utuh. Dr. Sari Murti menilai peran keluarga, sekolah, dan masyarakat sangat penting untuk mencegah hambatan tumbuh kembang anak.

Anggota FPPK dari berbagai instansi kemudian memaparkan kondisi lapangan yang mereka temukan. Perwakilan UPTD PPA Kabupaten Sleman menyoroti belum adanya mandatori konseling bagi korban kekerasan seksual, sementara UPTD PPA Gunungkidul melaporkan meningkatnya kasus kekerasan seksual dan penelantaran bayi. Kasus serupa juga disampaikan BPRSA, yang menghadapi anak korban KS akibat eksploitasi daring.

Yasanti mengingatkan maraknya kekerasan berbasis gender online (KBGO) dan pinjaman online (pinjol) yang turut memicu KDRT. Masalah lain muncul dalam konteks kebencanaan. Perwakilan LSPPA dan YAKUM menyoroti perlunya safeguarding di tempat pengungsian agar perempuan dan anak tidak menjadi korban kekerasan. Mereka juga mengusulkan untuk perlunya meningkatkan kapasitas bagi Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) di Sekolah.

Perwakilan TP PKK DIY mengusulkan regulasi pembatasan penggunaan gawai pada anak-anak, mengingat banyak kasus kekerasan yang berawal dari media sosial. “HP sangat vital dan menjadi sumber banyak kasus. Saatnya pemerintah daerah membuat aturan tegas,” ujar anggota TP PKK DIY, Baskorowati.

Dalam sesi penutup, Dr. Sari Murti merangkum sejumlah rekomendasi, di antaranya penguatan edukasi keluarga melalui program “Setu Penak” (Sekolah untuk Orang Tua dan Anak), peningkatan literasi hukum bagi masyarakat, hingga pengembangan kerja sama lintas sektor, termasuk dengan Kementerian Agama dan lembaga bantuan hukum gratis. “Persoalan kekerasan berakar dari keluarga. Orang tua perlu dibekali pengetahuan agar mampu memahami, mendampingi, dan melindungi anak,” tegasnya.

Kegiatan ini memperoleh kesimpulkan bahwa masih diperlukannya penguatan sinergi dalam konteks pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Seluruh anggota FPKK juga berkomitmen untuk terus bersama memperkuat koordinasi dan advokasi lintas sektor demi menciptakan Yogyakarta yang ramah perempuan dan anak. 

Silakan Pilih CS

Pengaduan P2TPAKK
Telekonseling Tesaga
Layanan SAPA 129
Satgas PPA DIY
Tutup
Ada yang bisa kami bantu?