Yogyakarta, DP3AP2 DIY —
Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk
(DP3AP2) DIY menggelar rapat koordinasi dan sinkronisasi Pencegahan Kekerasan
terhadap Perempuan bertema “Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di
Lingkungan Kerja” Selasa, 21 Oktober 2025. Kegiatan ini diikuti oleh 45
peserta dari berbagai organisasi pemerintah daerah di lingkungan Pemda DIY,
dengan tujuan memperkuat langkah-langkah preventif dan responsif terhadap kasus
kekerasan, khususnya kekerasan seksual di tempat kerja.
Kepala Dinas P3AP2 DIY, Ibu Erlina Hidayati Sumardi, S.IP., M.M., dalam sambutannya menegaskan bahwa DIY memiliki layanan penanganan kekerasan dan layanan psikologis yang dapat diakses melalui Balai PPA, UPT PPA, Puspaga, serta Tesaga DIY. “Jika mengalami masalah psikologis, masyarakat dapat mengakses layanan profesional agar kerahasiaannya dapat terjamin,” ujar Erlina. Ia juga mengingatkan bahwa kekerasan fisik, psikis, maupun seksual dapat terjadi di lingkungan kerja, dan sering kali korban enggan melapor dikarenakan takut berdampak pada karier atau dianggap mempermalukan diri sendiri. Menutup sambutannya, Ibu Erlina Hidayati Sumardi, S.IP., M.M., menyatakan bahwa Pemda DIY berkomitmen memberikan perlindungan secara menyeluruh bagi korban serta efek jera bagi pelaku.

Dalam kegiatan ini turut mengundang Ibu Ifa Aryani,
S.Psi., M.Psi., dari P2TPAKK Rekso Dyah Utami yang memberikan paparan materi
pertama, dengan menjelaskan mekanisme penanganan kekerasan seksual di
lingkungan kerja. Ia menguraikan bahwa jenis kekerasan seksual mencakup
sembilan bentuk, termasuk kekerasan nonfisik, pemaksaan kontrasepsi, hingga
kekerasan seksual berbasis elektronik. Dampak kekerasan di tempat kerja, dapat
menurunkan kesehatan mental, produktivitas, hingga rasa aman pegawai.
Ifa menekankan pentingnya unit kerja khusus dan prosedur aduan yang jelas untuk memastikan penanganan kasus berjalan adil dan rahasia. “Setiap proses harus berorientasi pada keadilan korban, menjaga kerahasiaan, dan mencegah berulangnya kasus serupa,” tegasnya.
Sesi berikutnya dibawakan oleh Widanta Arintaka,
S.T., M.Ec.Dev. selaku Kepala Bidang Kedudukan Hukum dan Kesra BKD DIY yang
memaparkan materi mengenai kebijakan perlindungan pegawai dari kekerasan
berbasis gender. Ia menjelaskan bahwa pelanggaran disiplin, termasuk kasus
kekerasan, dapat dikenai sanksi mulai dari ringan hingga berat, tergantung
pelanggarannya. BKD juga menyediakan layanan konseling bagi pegawai yang dapat
diakses secara daring maupun luring, baik secara individu maupun kelompok.
“Melalui program Agen Reswara (Respon Awal untuk Luka Jiwa bagi Praja), Pemda DIY menyediakan bantuan psikologis dasar bagi pegawai yang mengalami pengalaman traumatis,” jelas Widanta. Ia juga menyoroti pentingnya pelatihan tentang kesetaraan gender, pembentukan Satgas TPPK di tiap instansi, serta sistem pelaporan yang aman dan rahasia.

Dalam sesi diskusi, peserta dari berbagai instansi
mengajukan pertanyaan terkait mekanisme pelaporan, prosedur penanganan, hingga
pentingnya pembagian beban kerja yang adil antara pegawai laki-laki dan
perempuan. Kedua narasumber menegaskan bahwa beban kerja yang tidak seimbang
dapat dikategorikan sebagai bentuk kekerasan struktural dan perlu ditangani
secara dialogis antara pegawai dan atasan.
Kegiatan ini memperoleh kesimpulkan bahwa kasus
kekerasan di lingkungan kerja masih terjadi dan perlu direspons dengan
peningkatan pengetahuan serta kesadaran seluruh pegawai. Jika kasus terjadi,
penanganan awal dapat dilakukan oleh atasan langsung, dan bila diperlukan,
dapat dirujuk ke lembaga layanan profesional. Pelaku yang terbukti melakukan
kekerasan akan dikenai sanksi sesuai ketentuan.
Rapat ditutup dengan doa bersama dan komitmen untuk
terus memperkuat budaya kerja yang aman, setara, dan bebas dari kekerasan di
seluruh lingkungan kerja Pemerintah Daerah DIY.
21 Oktober 2025 - BY Admin